Berita

RUU Pemilu Serentak 2019 Mengalami Keterlambatan

Pembahasan RUU Pemilu Serentak yang semula direncanakan akan dibahas pada akhir April lalu oleh DPR, namun dalam praktiknya telah mengalami keterlambatan hingga sekarang ini. Menurut pengamat politik dan juga anggota KPU Bantul periode 2008 hingga 2013, DR. Suranto mengatakan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan beberapa faktor. Diantaranya yaitu keterlambatan eksekutif dalam menyerahkan draft RUU ke DPR pada Oktober 2016 lalu, serta perdebatan seputar isu-isu teknis penyelenggaraan Pemilu yang menyangkut tarik-menarik kepentingan fraksi di DPR.

“Faktor penyebab keterlambatan salah satunya dari isu kepentingan fraksi di DPR, seperti isu rekruitmen penyelenggara pemilu, parliamentary threshold, presidential threshold, hingga teknis rekap hasil pemilu,” ujar Dosen Magister Ilmu Politik (MIP) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Jum’at (5/5) di Ruang Sidang Pascasarjana lantai 1 UMY. Parliamentary threshold yaitu ketentuan batas minimal yang harus dipenuhi partai politik untuk bisa menempatkan calon legislatifnya di parlemen. Sementara Presidential threshold adalah ambang batas atau jumlah suara minimal yang harus diperoleh partai politik agar memiliki kewenangan untuk mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden.

Pada pemaparan DR. Suranto dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh MIP UMY dan bertemakan “RUU Pemilu untuk Pemilu yang Transparan dan Akuntabel”, mengatakan bahwa terdapat beberapa agenda mendesak yang harus diperhatikan. Kondisi update saat ini tersisa tiga substansi RUU yang akan segera diputuskan, yaitu Presidential threshold, Parliamentary threshold dan Sistem Pemilihan. Terkait ketiga hal tersebut, menurut pemaparan DR. Suranto pada Presidential threshold untuk pencalonan presiden dan wakil presiden, idealnya melalui partai politik.

“Untuk Parliamentary threshold minimal sama dengan pemilu sebelumnya untuk menjamin keseimbangan demokratisasi dan selektivitas peserta pemilu. Sementara sistem pemilihan terbuka sebaiknya dipertahankan untuk memantapkan proses demokratisasi, sekaligus tantangan bagi partai untuk semakin profesional dan intensif melakukan kaderisasi pemimpin. Pada proses rekruitmen dan kinerja penyelenggara pemilu, juga perlu pengawasan intensif. Serta diperlukan upaya inovatif proses penghitungan dan rekapitulasi suara yang efisien waktu dan tidak bertentangan dengan peraturan,” paparnya.

Pemilu yang merupakan perwujudan kedaulatan rakyat yang menjadi unsur utama dalam membentuk sebuah negara, DR. Suranto berharap RUU Pemilu Serentak untuk 2019 dapat diselesaikan agar dapat menciptakan pemilu yang transparan dan akuntabel. “Kita berharap semoga UU Pemilu Serentak 2017 yang merupakan UU Komprehensif meleburkan UU Penyelenggara Pemilu, UU Pemilihan DPR, DPD, DPRD serta UU Pilpres dapat diselesaikan segera dan dapat berlaku dalam jangka panjang. Diharapkan bukan hanya ritual 5 tahunan seperti selama ini,” harapnya. (hv)

Share This Post

Berita Terkini